Selasa, 04 November 2014

                                                    TIPS KE PULAU BUNAKEN




Perjalanan ke Taman Nasional Laut Bunaken adalah inti perjalanan kami ketika mengunjungi Kota Manado beberapa waktu lalu. Bunaken adalah pulau seluas 8 km² bagian administratif dari Kota Manado. Daya tarik Pulau Bunaken adalah taman laut yang dimilikinya. Keindahan taman laut ini sudah terkenal di seluruh dunia, dan kali ini giliran saya untuk menikmatinya.
Karena kami mengharapkan untuk dapat bertemu ikan-ikan berwarna-warni yang biasanya muncul sebelum tengah hari, maka kami sudah siap untuk menyeberang ke Bunaken dari pukul 6 pagi. Dari Manado menuju pelabuhan Calaca, tempat penyeberangan kami menuju Pulau Bunaken, hanya membutuhkan waktu kurang dari setengah jam.
Taman Nasional Laut Bunaken
Pelabuhan Calaca Tempat Penyeberangan Menuju Pulau Bunaken.
Sandro, teman kami dari Manado telah menyewakan kapal sehingga kami tidak perlu melakukan tawar-menawar dengan orang-orang yang biasa menawarkan kapalnya untuk menyeberang. Untuk sewa kapal seharian, kami membayar 500 ribu rupiah. Biaya tersebut termasuk biaya sewa kapal untuk menyeberang ke Bunaken, kembali pulang ke Manado pada hari yang sama dan penyediaan pelampung keselamatan.
Menurut informasi, biasanya sewa kapal yang ditawarkan sekitar 600-700 ribu rupiah tergantung kesepakatan. Keahlian menawar sangat dibutuhkan di sana. Perjalanan dari pelabuhan menuju Pulau Bunaken sekitar 45 menit. Ombaknya sedang, cukup menggoyang kapal kecil kami. Walaupun begitu kami sangat bersemangat karena langit biru menghiasi perjalanan.
Taman Nasional Laut Bunaken
Pantai Pulau Bunaken di pagi hari yang cerah
Tiba di Pulau Bunaken, suasana masih sangat sepi. Hanya terlihat beberapa orang saja. Tampaknya kita pengunjung pertama yang datang pada hari itu. Pantai Bunaken berpasir coklat. Pantainya bersih dan terawat.
Taman Nasional Laut Bunaken
Pos Pembayaran Tiket bagi pengunjung Pulau Bunaken
Memasuki area Pulau Bunaken pengunjung dikenakan tiket masuk. Untuk wisatawan asing sebesar 50 ribu rupiah per satu kali kunjungan atau 150 ribu pertahun, untuk wisatawan domestik 2.500 rupiah, dan seribu rupiah bagi pelajar dan mahasiswa.
Taman Nasional Laut Bunaken
Pantai Bunaken dengan air laut berwarna kehijauan
Para pedagang kaus dan orang-orang yang menyewakan peralatan selam dansnorkeling terlihat sedang mempersiapkan alat-alatnya. Mereka menawarkan untuk memandu kami menyelam. Tarif untuk menyelam per orang adalah 1 juta rupiah, belum termasuk pemandu. Menurut saya, tarif tersebut cukup mahal jika dibandingkan menyelam di lokasi lain di Indonesia. Akhirnya kami putuskan hanya melakukan snorkeling saja.
Di Bunaken kita tidak perlu membawa peralatan snorkeling sendiri, karena di sana terdapat penyewaan alat snorkeling. Tarif 100 ribu rupiah untuk menyewa alat snorkeling lengkap.
Karena kami tidak mengetahui lokasi mana saja yang baik untuk berenang, kami putuskan menggunakan jasa pemandu untuk menemani kami berenang. Negoisasi harga berlangsung sangat alot. Di Bunaken tidak ada harga yang tetap sehingga membingungkan kami.
Daripada kami gagal berenang akhirnya kami merayu si empunya kapal, Pak Ojong untuk menemani kami berenang. Toh beliau juga memiliki sertifikat instruktur menyelam dari PADI dan karena sudah cukup berumur saya rasa rasa beliau lebih sabar jika dibandingkan anak-anak muda tadi. Pak Ojong meminta kami untuk menunggu sebentar karena ombak masih kurang bagus.
Sambil menunggu kami mampir ke sebuah warung kecil untuk mencari teh panas. Pak Ojong memesankan kami pisang goreng khas Manado. Entah karena kami lapar atau memang cara penyajian pisang plus sambalnya yang menarik, pisang tersebut langsung kami serbu. Untuk 10 potong pisang goreng kami membayar 25 ribu rupiah. Setelah ombak terlihat bersahabat, Pak Ojong langsung mengajak kami berangkat. Pak Ojong mengajak Nona, anaknya yang masih kecil.
Taman Nasional Laut Bunaken
Pisang Goreng Manado Wajib di Coba
Kami diawasi 2 orang perenang profesional. Mengapa saya sebut profesional, karena Nona walaupun masih kecil, dia sangat pintar berenang di laut. Gaya dia berenang seperti putri duyung.
Pak Ojong membawa kami tidak jauh dari garis pantai. Menurut beliau, sebagai awalan lokasi ini sangat cocok. Namun menurut saya tidak juga. Walaupun banyak, tapi rata-rata ikannya berwarna hitam dan agak galak sehingga tidak menarik. Protes saya di dengar oleh beliau, sehingga kami pindah lokasi.
Taman Nasional Laut Bunaken
Ikan Badut Menyambut Kita di Taman Laut Bunaken
Lokasi kedua lebih menarik. Terumbu karangnya bagus-bagus dan ikannya beraneka. Kondisi bawah laut Bunaken sangat unik, kurang lebih 100 meter dari garis pantai posisi dasar lautnya mendatar dengan keragaman terumbu karang, selepas itu langsung tebing curam, tanpa ada kemiringan sebelumnya.
Taman Nasional Laut Bunaken
Keanekaragaman Binatang Laut Taman Laut Bunaken
Di batas antara posisi mendatar dengan tebing, tumbuh terumbu karang berwarna-warni. Bunga karang yang paling banyak berbentuk spons dan bulu karpet. Di sini ikannya senang kue kering, jadi bekal kue dan pisang yang kami bawa dari pantai langsung habis mereka makan tanpa sisa.
Taman Nasional Laut Bunaken
Aneka Bunga Karang di Taman Laut Bunaken
Tengah hari, karena kami sudah kehabisan tenaga, kami memutuskan kembali ke pantai untuk makan siang dan akan kembali berenang setelah makan. Sampai di pantai ternyata sudah ramai. Grup wisatawan ramai berdatangan, kontras dengan suasana tadi pagi.
Kami memilih makan di salah satu warung. Ternyata di Bunaken tempat makannya berbeda dengan kebiasaan di tempat lain. Mereka mematok harga satu orang membayar 50 ribu rupiah. Paket menunya adalah nasi, ikan, sayur dan air putih. Hm cukup mahal. Pelayanannya juga agak lama. Untuk mempersiapkan paket makan siang untuk kami sebanyak 4 orang, mereka membutuhkan waktu lebih dari satu jam. Mungkin ini adalah pekerjaan rumah bagi Dinas Pariwisata bersama Dinas Kehutanan untuk mengelola pariwisata Pulau Bunaken agar lebih baik lagi.
Waktu makan siang selesai, hari sudah menjelang sore. Kami putuskan tidak jadi berenang dan meminta Pak Ojong untuk diantarkan ke lokasi penyelaman. Kami hanya ingin melihat-lihat saja. Sepanjang perjalanan, dari atas kapal tetap terlihat pemandangan terumbu karang yang indah. Berbeda dengan ikan-ikan di lokasi pertama dan kedua, di lokasi ini ikan-ikannya tidak suka kue kering. Kata Pak Ojong mereka tidak terbiasa di beri makan. Berbeda jika dibandingkan dengan lokasi sebelumnya.
Taman Nasional Laut Bunaken
Bunga Karang Berbentuk Spons
Sepanjang perjalanan pulang saya mengobrol dengan Pak Ojong. Beliau mengatakan bahwa terumbu karang di sekitar pulau Bunaken mulai rusak. Sebenarnya bukan karena ulah orang yang tidak bertanggung jawab, melainkan karena arus laut yang cukup keras sehingga menghancurkan terumbu karang.
Selain itu upaya pelestarian terumbu karang di lokasi itu mulai ditinggalkan oleh LSM asing yang sebelumnya berada di Bunaken. Mereka mulai pindah ke wilayah Wakatobi dan Raja Ampat. Sayang sekali, seharusnya walaupun tidak ada LSM asing, pemerintah bersama penduduk setempat bisa bekerja sama untuk melestarikan terumbu karang di Pulau Bunaken.
Taman Nasional Laut Bunaken
Pesona Gunung Lokon diambil dari Laut Bunaken
Pak Ojong berpesan agar saya kembali lagi membawa teman-teman berkunjung ke Pulau Bunaken dan beliau berjanji akan membawa saya mengelilingi lokasi-lokasi lain yang lebih menarik, termasuk ajakan untuk melakukan snorkeling malam. Tawaran yang susah dilewatkan. Dia juga membuka rumahnya sebagai tempat menginap.
Tiba-tiba Pak Ojong mengejutkan saya, beliau menunjuk Gunung Lokon yang kembali mengeluarkan asap. Sehari sebelumnya, saya kembali ke Manado dari Tomohon sekitar ½ jam sebelum Gunung Lokon mulai berasap. Namun saat itu langit sudah gelap sehingga asapnya tidak begitu kelihatan. Ternyata di perjalanan pulang dari Pulau Bunaken malah saya bisa melihatnya. Senangnya bisa melihat fenomena alam dari Laut Bunaken.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar